TARAKAN – Masih maraknya aktivitas anak mengasong di Kota Tarakan membuat masyarakat mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Meski sejauh ini pemerintah telah melakukan berbagai upaya persuasif, namun cara tersebut tampaknya belum berdampak nyata bagi aktivitas anak mengasong. Bahkan, saat ini Dinas Pemberdayaan Anak dan Perempuan menemukan wajah baru yang menambah daftar anak-anak yang berjualan di Kota Tarakan.

Akademisi hukum Universitas Borneo Tarakan (UBT), Prof. Dr. Yahya Ahmad Zein, S.H, M.H, menerangkan, saat ini kasus eksploitasi anak telah diatur tegas dalam Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak sebagai upaya pemerintah mencegah eksploitasi pada anak. Kendati demikian, ia mengakui jika saat ini belum adanya bentuk keseriusan dalam menegakan UU tersebut.

“Saya kira ada 2 hal terkait persoalan anak di Tarakan. Pertama kita semua sepakat bahwa setiap ada harus dilindungi dan hak-hak mereka harus bisa terpenuhi termasuk hak-haknya untuk belajar dan berkembang sesuai yang diatur dalam undang-undang,” ujarnya, Minggu (21/1).

“Di dalam Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, itu sebenarnya sanksi yang sudah di dalam UU perlindungan anak itu sudah cukup tegas dan keras. Kalau memang benar-benar mau ditegakkan. Di dalam UU Perlindungan Anak itu disebutkan, sanksi terhadap orangtua atau siapa pun, yang mengeksploitasi anak,” sambungnya.

Saat ini ada fenomena anak berjualan patut diduga sebagai tindakan eksploitasi lantaran banyaknya pengakuan orangtua dalam asesmen yang cukup mengejutkan. Apalagi kata dia, anak di bawah umur kerap tersebut ditemukan berjualan hingga larut malam sehingga kata dia itu sangat mudah mengidentifikasi apakah fenomena tersebut masuk kategori eksploitasi atau tidak.

“Fenomena di Tarakan ini kita patut menduga ini sebagai modus operandi baru, yang bersifat marketing. Ini jadi lebih menguntungkan karena orang tidak melihat lagi yang dijual apa tapi melihat siapa yang menjualnya. Apalagi anak-anak ini berjualan sampai larut malam, kita beli karena kasihan saja supaya dagangannya Habis dan dia cepat pulang,” tuturnya.

“Jadi secara sosial, sangat mudah sekali membuktikan ini masuk pelanggaran undang-undang eksploitasi atau bukan. Apalagi sebelumnya dinas pemberdayaan mengatakan orangtuanya benar-benar menikmati itu, itu berarti sudah memenuhi unsur ekploitasi. Jadi sanksi terhadap orangtua atau siapa pun dalam artian mereka bukan orangtuanya tapi orang dewasa yang memanfaatkan anak-anak, baik secara ekonomi maupun hak lainnya ini harus ditindak tegas,” lanjutnya.

Ia mengakui, jika selama ini penegakan hukum kerap terbentur oleh kultur masyarakat. Sehingga kata dia, cukup lazim eksploitasi anak terkadang dianggap sebagai hal positif dalam persepektif masyarakat. Hanya, kata dia, dalam menciptakan ketertiban hukum harus memberikan edukasi terhadap sebuah hal benar dan salah dalam sebuah norma.

“Kalau bicara eksploitasi ini bukan hanya persoalan seksual yang selama ini kita tahu. Jadi dalam UU perlindungan anak, eksploitasi mencakup ekonomi dan hak kebebasan anak. Apalagi yang saya baca berita informasinya berulang-ulang dan pelakunya itu-itu saja. Sanksinya apa, sanksinya pidana 10 tahun dan denda Rp 200 juta. Jadi sanksinya ini bukan main-main,” tukasnya.

“Jadi menurut saya kalau normanya sudah jelas maka tinggal penegakan hukumnya. Sebenarnya undang-undangnya bagus, tapi kalau budaya penegakan hukum di masyarakatnya tidak bagus maka sulit diterapkan. Jadi ada anggapan anak disuruh berjualan berbakti kepada orangtuanya ini kan budaya. Maka dalam hal ini pemerintah punya beban tanggung jawab sebagai pihak yang berwenang bagaimana budaya itu tadi bisa diubah pelan-pelan,” katanya.

“Saya yakin kalau ada Satpol PP yang jaga di lampu merah itu rutin, maka mereka tidak akan berani berjualan di situ. Misalnya pindah ke Caffe ada patroli atau dengan kebijakan saat ini mengimbau masyarakat untuk tidak membeli itu bisa menjadi opsi memang ini tidak mudah, dan untuk penanganan singkatnya tegaskan saja penegakan hukumnya sesuai undang-undang,” pungkasnya.

#DINSOSPM_HADIR – (H)umanis, (A)daptif, (D)edikatif, (I)nklusif, (R)esponsif … Melayani Masyarakat Dengan #SMART – (S)enyum, (M)udah, (A)kuntabel, (R)amah, (T)ransparan.

ASNberAKHLAK #banggamelayanibangsa #TarakanSmartCity #Facebook : Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat #Instagram : dinas_sosial_pm

Sumber : RadarTarakan_DinsosPM (Danyon UK)

Tinggalkan Balasan